Waktu begitu cepat belalu. Ku lihat jamku dan waktu menunjukkan pukul 9 pagi. Jam abu-abuku itu ku lihat lagi dan hatiku terperangah, "Hah? Jam 5 sore?"
Waktu begitu cepat berlalu. Ku lihat kalender di atas dinding putih rumahku. Tanggal 26 Januari...
Ku lihat lagi kalender itu dan kembali hatiku terperangah, "Hah? Tanggal 29 April?"
Tidak terasa...
Ku perhatikan detak jarum jam, ku pandang sekeliling adakah yang berubah? Adakah aku melangkah lebih maju?
Sesungguhnya tidak ada yang berubah kecuali perubahan itu sendiri.
Pikiranku melayang jauh menembus awan putih dan kelabu di masa lalu. Ada banyak kenangan indah di sana. Ada banyak kenangan pahit di sana. Tapi... kenapa yang pahit selalu kuingat? Kenapa?
Yah... kekecewaan, kesedihan, kepahitan dalam hatiku ini belum juga sembuh benar. Mereka berkata waktu akan menyembuhkan luka hatiku ini. Tapi... mengapa tak kunjung sembuh? Mengapa?
Penyesalan, perasaan tak berarti, merasa ditinggalkan, berganti begitu cepat dalam alam pikiranku bagaikan iklan televisi yang berganti-ganti dan menghipnotisku...
Kutarik napas dalam-dalam...
Tuhan... Tuhan... kataku dengan suara lirih. Sedih sekali hatiku.
Sepertinya sia-sia aku hidup di dunia ini. Untuk apa aku hidup? Kenapa aku harus melalui kejadian itu? Hidupku tak berarti!! Aku berteriak dan menangis...
Aku melangkahkan kaki ke kamar dan duduk termenung di sana...
Kudengar suara berkata.... hatiku berkata... Tuhan sudah begitu baik bagiku... Tapi... selalu ada kata tapi... dalam pikiranku. Dia mencoba menolak suara itu... Batinku menjerit!!
Ku buka dan ku baca sebuah buku. Buku itu menceritakan tentang pelayanan seorang dokter di tanah India mengobati mereka yang berpenyakit lepra. Dokter ini adalah orang yang begitu mengasihi Tuhan, namanya Paul Brand.
Ada seorang yang bernama Sadan. Dia adalah bekas pasien dokter ini. Dia harus melalui prosedur medis - transfer urat, pengelupasan syaraf, amputasi jari kaki, dan pengangkatan katarak. Semuanya dilakukan oleh dokter itu.
Sungguh menyedihkan hidup orang ini. Hampir semua lembaran kehidupannya adalah penderitaan, hatiku berbisik.
Tapi... Tapi... Sadan berkata, "Meskipun begitu, saya harus mengatakan bahwa sekarang saya bersyukur pernah mengidap penyakit ini."
"Bersyukur?" hatiku bertanya sewaktu membaca.
Ku arahkan pandanganku ke baris selanjutnya dari halaman itu.
"Ya", jawab Sadan.
"Tanpa lepra, saya akan menjadi manusia normal dengan keluarga normal, mengejar kekayaan dan jabatan tinggi di masyarakat. Saya tidak akan pernah mengenal orang-orang yang begitu baik seperti dokter Brand dan saya tidak akan pernah mengenal Tuhan yang hidup di dalam mereka..."
Ku tutup buku itu... dan hatiku berubah... Tidak ada kata lagi yang bisa ku ucapkan selain "AKU BERSYUKUR..."
Waktu begitu cepat berlalu. Ku lihat kalender di atas dinding putih rumahku. Tanggal 26 Januari...
Ku lihat lagi kalender itu dan kembali hatiku terperangah, "Hah? Tanggal 29 April?"
Tidak terasa...
Ku perhatikan detak jarum jam, ku pandang sekeliling adakah yang berubah? Adakah aku melangkah lebih maju?
Sesungguhnya tidak ada yang berubah kecuali perubahan itu sendiri.
Pikiranku melayang jauh menembus awan putih dan kelabu di masa lalu. Ada banyak kenangan indah di sana. Ada banyak kenangan pahit di sana. Tapi... kenapa yang pahit selalu kuingat? Kenapa?
Yah... kekecewaan, kesedihan, kepahitan dalam hatiku ini belum juga sembuh benar. Mereka berkata waktu akan menyembuhkan luka hatiku ini. Tapi... mengapa tak kunjung sembuh? Mengapa?
Penyesalan, perasaan tak berarti, merasa ditinggalkan, berganti begitu cepat dalam alam pikiranku bagaikan iklan televisi yang berganti-ganti dan menghipnotisku...
Kutarik napas dalam-dalam...
Tuhan... Tuhan... kataku dengan suara lirih. Sedih sekali hatiku.
Sepertinya sia-sia aku hidup di dunia ini. Untuk apa aku hidup? Kenapa aku harus melalui kejadian itu? Hidupku tak berarti!! Aku berteriak dan menangis...
Aku melangkahkan kaki ke kamar dan duduk termenung di sana...
Kudengar suara berkata.... hatiku berkata... Tuhan sudah begitu baik bagiku... Tapi... selalu ada kata tapi... dalam pikiranku. Dia mencoba menolak suara itu... Batinku menjerit!!
Ku buka dan ku baca sebuah buku. Buku itu menceritakan tentang pelayanan seorang dokter di tanah India mengobati mereka yang berpenyakit lepra. Dokter ini adalah orang yang begitu mengasihi Tuhan, namanya Paul Brand.
Ada seorang yang bernama Sadan. Dia adalah bekas pasien dokter ini. Dia harus melalui prosedur medis - transfer urat, pengelupasan syaraf, amputasi jari kaki, dan pengangkatan katarak. Semuanya dilakukan oleh dokter itu.
Sungguh menyedihkan hidup orang ini. Hampir semua lembaran kehidupannya adalah penderitaan, hatiku berbisik.
Tapi... Tapi... Sadan berkata, "Meskipun begitu, saya harus mengatakan bahwa sekarang saya bersyukur pernah mengidap penyakit ini."
"Bersyukur?" hatiku bertanya sewaktu membaca.
Ku arahkan pandanganku ke baris selanjutnya dari halaman itu.
"Ya", jawab Sadan.
"Tanpa lepra, saya akan menjadi manusia normal dengan keluarga normal, mengejar kekayaan dan jabatan tinggi di masyarakat. Saya tidak akan pernah mengenal orang-orang yang begitu baik seperti dokter Brand dan saya tidak akan pernah mengenal Tuhan yang hidup di dalam mereka..."
Ku tutup buku itu... dan hatiku berubah... Tidak ada kata lagi yang bisa ku ucapkan selain "AKU BERSYUKUR..."
Comments
Post a Comment