Skip to main content

Posts

Showing posts from 2014

Aku, Korban...

Aku… Korban… Dari sebuah tindak kriminal yang merenggut kebahagiaanku. Dari sebuah pelecehan yang dilakukan oleh seekor anjing gila. Dari sebuah ketidakadilan demi menjaga nama baik. Aku marah, ingin berontak, ingin menuntut keadilan, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku dipaksa untuk diam. Menangis tanpa suara. Marah tanpa berteriak. Agar tetangga tidak terbangun dan mencari tahu apa yang telah terjadi. Sudah sekian belas tahun aku diam. Sudah sekian belas tahun aku memendam sendiri semua sakit yang ‘ku rasakan. Sudah sekian belas tahun pula mereka tahu apa yang terjadi padaku dan tidak berbuat apa-apa. Mereka hanya diam mengetahui anaknya dilecehkan dari hari ke hari. Mereka hanya bisa meminta anaknya kembali tidur setelah mengalami kemaksiatan. Mereka selalu menahan anaknya untuk membuka suara ke dunia luar. Agar nama baik mereka dan anaknya yang lain tetap terjaga. Ya! Ana

Memaafkan - Melupakan

Memaafkan dan melupakan. Bagiku, itu adalah dua hal yang berbeda sama sekali. Saat kamu melakukan kesalahan padaku, aku bisa memaafkanmu, tergantung besar kecilnya kesalahan yang kamu buat. Jika kesalahanmu kecil, aku bisa langsung memaafkanmu saat itu juga. Jika kesalahanmu besar, tentu aku butuh waktu untuk memaafkanmu. Tapi aku pasti (bisa) memaafkanmu. Akan tetapi, jangan berharap aku akan melupakan kesalahan yang kamu buat itu. Jika kesalahanmu kecil, aku akan melupakannya dengan segera. Jika kesalahanmu besar, bahkan sangat besar, sepertinya aku tidak akan (bisa) melupakannya seumur hidupku. Terlebih jika kamu tidak pernah meminta maaf secara langsung padaku, yang tentu harus dilakukan dengan hati yang tulus. Aku tidak akan pernah (bisa) melupakan kesalahanmu seumur hidupku. Kenapa? Aku tidak ingin hatiku terluka lagi oleh kesalahan yang sama atau malah lebih besar. Aku tidak ingin hatiku melewati masa-masa sulit lagi, masa-masa yang sama yang pernah aku dan ha

Sebulir Refleksi yang Sempat Terurai di Masa Lalu

Banyak orang yang mengatakan kepada saya kalau jadi pendeta itu enak karena hidupnya terjamin. Tidak perlu pusing memikirkan materi seperti rumah, kendaraan, biaya hidup, biaya untuk anak, dan sebagainya. Dan sebagian orang yang saya kenal sebagai calon pendeta atau mahasiswa teologi rupanya juga berpikiran kurang lebih seperti itu. Terlebih ada di antara mereka yang menargetkan kapan harus ditahbis menjadi pendeta dan berusaha sedemikian rupa agar targetnya tercapai. Bahkan, ada beberapa teman yang pernah mengatakan dengan setengah bercanda tapi juga setengah serius bahwa pendeta adalah sebuah pekerjaan yang mudah dan menyenangkan. Hanya perlu bermodalkan kata-kata atau omongan , uang pun mengalir ke dalam kantong pribadi dan kebutuhan hidup terpenuhi. Sungguh merupakan sebuah hal yang menarik. Tapi, apa benar bahwa seorang pendeta hidupnya pasti enak? Mungkin terlihat demikian, tapi apa benar demikian? Bukankah urusan kecil tentang rumah atau kendaraan bisa menjadi masalah yang cuku

our little story ^_^

Once upon a time, there was a girl whose heart had deeply wounded. Deep enough to make it broken into pieces and make her sick of men. Sick of men? Yeah… It’s true! In that time, she could not believe in any men any more. Yet she could not help but kept waiting for her prince charming. Waiting for him to come; her prince charming on a beautiful white horse. Someday, a man suddenly came to her. It felt like God have had a plan to make them meet each other. But she didn’t realize. She was afraid that this man would break her broken heart again. So, she closed all the doors and windows, even every little gaps, to make him go away from her life. Still, he had never given up. It’s true that he had lost his interest once. But, he could made it back again to her. He tried and tried so hard to catch her, to make her be his one and only love, with anything he could do. And finally, after a long long time, he managed to catch her. He made her be his one and only love. Till now. It’s like a dre

Sebulir Refleksi dalam Sebuah Perjalanan

Tidak terasa 18 minggu hampir usai. Sebuah tenggang waktu yang cukup panjang tapi juga cukup singkat untuk sebuah perjalanan, petualangan, dan pelajaran tentang kehidupan. Banyak yang sudah terjadi. Banyak yang sudah saya alami. Banyak pula yang sudah saya pelajari. Dan banyak di antaranya adalah pengalaman serta pelajaran baru bagi saya. Sungguh merupakan sesuatu yang berharga bagi masa depan. Namun, dalam perjalanan ini tentu tidak sedikit kesalahan yang sudah saya perbuat. Terkadang kesalahan-kesalahan itu membuat saya down , namun tidak jarang kesalahan-kesalahan itu justru menjadi sebuah pelajaran yang penting, yang juga berharga bagi masa depan. “ Nggak ada noda, nggak belajar,” kata sebuah iklan di TV. Dalam waktu-waktu ini banyak sekali jemaat yang bertanya, “Setelah ini mau ke mana?”, atau “Setelah ini ditempatkan di mana?”, dan pertanyaan-pertanyaan lain yang senada. Jawaban saya selalu sama, “Pulang dulu lah…” Soal proses atau penempatan selanjutnya itu urusan nanti. Yan






Instagram