Skip to main content

Jujurlah dengan Hatimu

*edited from closing cogitation for convent “GKI Membaca Diri” ~ May 16 – 17, 2011

1 Korintus 7:10-16

Banyak pertentangan yang terjadi ketika kita berbicara tentang pernikahan ekumenis, baik yang berbeda aliran gerejanya, terutama yang berbeda agamanya. Ada yang mendukung, ada pula yang menolak. Tetapi, pada akhirnya semua kembali pada diri kita masing-masing, pada diri saudara, anak, atau teman kita yang hendak menikah, kembali pada hati kita masing-masing.

Paulus mengatakan, “Kalau ada seorang saudara beristerikan atau bersuamikan seorang yang tidak beriman dan pasangannya itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan pasangannya yang tidak seiman itu.” (1 Korintus 7:12-13) Dalam hal ini, Paulus sudah menyentuh ranah hati, sesuatu yang paling mendalam dalam diri setiap manusia, sesuatu yang paling jujur, paling kuat berbicara, sekaligus yang paling rapuh dalam diri setiap manusia.

Menikah atau tidak menikah merupakan pilihan hati masing-masing pribadi. Menikah dengan siapa yang berlatar belakang apa, juga merupakan pilihan hati masing-masing pribadi. Dan seharusnya, tidak ada yang boleh menghalangi pilihan hati tersebut, selain hati itu sendiri. Mengapa? Kalau kata orang banyak, hal yang paling menyakitkan adalah ketika cinta kita bertepuk sebelah tangan. Tetapi kataku, hal yang paling menyakitkan adalah ketika ada dua cinta yang tidak dapat bersatu karena alasan apa pun, termasuk alasan perbedaan agama.

Kuncinya adalah jujur pada diri kita sendiri, jujur dengan hati kita masing-masing, apakah kita tega memisahkan dua insan yang saling mencintai hanya karena mereka menganut agama yang berbeda? Padahal belum tentu juga jika saudara, anak, atau teman kita menikah dengan orang yang seagama, kebahagiaannya, kehidupan rumah tangganya pasti terjamin, pasti penuh dengan damai sejahtera. Belum tentu.

Semuanya kembali pada hati kita masing-masing, hati saudara, anak, atau teman kita yang akan menikah dan menjalani kehidupan rumah tangga dengan pasangannya kelak. Hal yang paling menyakitkan bukanlah ketika cinta kita bertepuk sebelah tangan, tetapi ketika ada dua cinta yang tidak dapat bersatu karena alasan apa pun, termasuk alasan perbedaan agama.

Jika pernikahan dimulai dan didasari dengan kejujuran yang murni dari hati, niscaya kehidupan pernikahan tersebut akan bahagia dan penuh dengan damai sejahtera, termasuk pernikahan bagi mereka yang berbeda agamanya. Selamat melanjutkan kehidupan. Tuhan memberkati setiap kita. Amin.

~ Segala sesuatu yang dimulai dan didasari dengan kejujuran yang murni dari hati, pasti akan berjalan dan berakhir dengan baik. Sebaliknya, segala sesuatu yang tidak dimulai dan didasari dengan kejujuran yang murni dari hati, pasti akan berjalan dan berakhir dengan buruk. ~

by: ckk ^^

Comments







Instagram