Skip to main content

Home Sweet Home

Sebagian di antara kita pasti sering membaca atau pun mendengar istilah ini. Istilah yang umum, yang sering ditulis serta didengungkan di mana-mana. Home sweet home. Rumahku, istanaku. Yang artinya, tidak ada lagi tempat yang lebih nyaman, dan lebih membahagiakan daripada “rumahku”.

Dalam ungkapan ini, bentuk fisik rumah bukanlah hal yang penting. Besar atau kecil, mewah atau sederhana, berdinding kayu atau tembok, bertingkat atau tidak, memiliki halaman atau tidak, dan sebagainya, tidak mengurangi makna dari “istana” yang identik dengan keindahan dan kesempurnaan itu. Rumah bukanlah bangunannya, melainkan apa yang ada di dalam bangunan itu.

Rumah adalah tempat kita berkumpul, hidup bersama dengan orang-orang yang kita cintai dan mencintai kita. Tempat kita duduk bersama, makan bersama, saling mendukung satu sama lain, berbagi suka dan duka, cerita dan pergumulan, kasih dan kesetiaan, berbagi banyak hal dengan mereka. Rumahku, tidak lain dan tidak bukan, adalah keluargaku.

“Harta yang paling berharga adalah keluarga
Istana yang paling indah adalah keluarga
Puisi yang paling bermakna adalah keluarga
Mutiara tiada tara adalah keluarga”

Kalau kita masih ingat, deretan kalimat di atas adalah sebagian lirik dari lagu yang menjadi soundtrack sinetron “Keluarga Cemara”. Sinetron arahan sutradara ternama Arswendo Atmowiloto yang mulai ditayangkan di televisi pada tanggal 6 Oktober 1996 ini menggambarkan cinta dan kasih dalam keluarga yang begitu indah, yang dibungkus bukan dengan kemewahan, melainkan dengan sebuah kesederhanaan yang istimewa. Apa pun yang terjadi, bagaimana pun kondisinya, keluarga adalah segalanya; lebih indah dan lebih berharga dari apa pun juga. Ini adalah sebuah kondisi yang sudah mulai jarang terlihat dalam keluarga masa kini, termasuk dalam keluarga Kristen.

Orang sudah mulai jarang duduk bersama, makan bersama, berbagi bersama dengan keluarga di rumah. Alasan yang sering dipakai adalah sibuk dengan berbagai macam kegiatan yang ada di luar rumah. Sebagian mungkin memang sibuk, tapi banyak juga yang memakai alasan itu karena memang tidak ingin berada di rumah, tidak ingin berada bersama dengan keluarganya. Mengapa? Keluarga yang seharusnya saling mendukung mulai saling menjatuhkan. Yang seharusnya berbagi kasih dan kesetiaan, mulai berbagi amarah, sakit hati, kebencian, dan sebagainya. Sudah mulai tidak ada, bahkan mungkin sudah tidak ada lagi kasih, kesetiaan, serta damai sejahtera di dalam keluarga. Sudah tidak ada lagi kebahagiaan yang bisa dirasakan dan dibagi di dalamnya. Atau dengan kata lain, hubungan antar anggota keluarga tidak lagi mencerminkan keluarga Kristen seperti yang tertulis dalam Kolose 3:18-21 demikian: “Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan. Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.”

Apakah ini gambaran keluarga kita? Apakah ini gambaran keluarga yang kita inginkan? Semoga bukan! Semoga keluarga kita adalah rumah kita, istana kita. Home sweet home. Keluarga kita adalah sumber kebahagiaan dan kedamaian kita yang kedua setelah Tuhan.

by: ckk ^_^
05 November 2013
kamarku ~ Jakarta
sekitar pk 12.05 WIB

Comments







Instagram